Kosong.
Hampa.
Hina.
Menyedihkan.
Memalukan.
Egois.
Menyusahkan.
Beban.
Bodoh.
Gagal.
Menyesakkan.
Setidaknya itu yang aku sedang rasakan. Memang lebih tenang, tapi entah rasanya perasaan ini terwakilkan oleh kata kata diatas. Entah perasaan macam apalagi yang akan singgah. Harus bersikap seperti apa? Aku takut egois dengan perasaanku sendiri, memang menyedihkan. Kesalahanku apa? Aku memang menyedihkan tapi setidaknya beri tahu aku kesalahanku dimana, jadi aku bisa menemukan solusinya dan memperbaikinya. Keberadaanku membuat semua menyusahkan, iya aku akui itu. Semua orang harus menanggung akibat dari perbuatanku, maaf bila kehadiranku membebani hidup kalian. Maaf apabila kalian merasa malu dengan kehadiranku yang hina ini. Tapi aku bersyukur dengan bumi yang tidak berpaling dariku, dengan Allah yang tidak pernah lelah aku singgahi setiap harinya.
Aku tidak tahu pembuktian seperti apalagi yang akan membuat orang merasa nyaman dengan kehadiranku. Aku punya harapan, dulu. Sudah sirna semua harapan itu, aku terlalu sibuk menaruh harap sampai tidak tahu aku taruh mana lagi harapanku. Harapan itu semu, sama dengan dunia ini. Semua hanya sementara, semua tidak ada yang nyata. Hidup mengajarkan kepadaku, bahwa sebaik baiknya orangpun tetap mengharapkan balasan yang setimpal untuknya dan sebaik baiknya pengorbanan akan terasa sia sia, itulah yang terjadi.
Aku pantas merasa hampa seperti ini, setidaknya ini adalah gambaran kehidupanku. Aku menyadari aku ini tidak ada apa apanya, aku tidak bisa memberi dampak yang bermanfaat, malah merugikan. Memang, perasaanku mengatakan aku bodoh itu ada benarnya juga.
Tidak masalah bagiku untuk merasakan kepedihan kesendirian ini, aku sudah terbiasa. Membuatku nyaman, walaupun menyesakkan di dada. Terimakasih diriku yang masih menerimaku, walaupun aku masih jauh dari kata bersyukur atas nikmat Allah.
Diriku yang lain berkata, pada akhirnya aku harus sabar. Setidaknya ada aku yang mendengar dan mengerti apa yang aku rasa, entah itu manis atau pait. Biarkan orang tidak merasa apa yang aku rasa, setidaknya kesedihan ini tidak menyeruak kemana mana. Biarkan aku diliputi kesedihan ini, setidaknya tidak akan menganggu kalian dalam hidup. Kalian perlu tentram, tidak perlu aku usik dengan kehadiranku.
Aku ucapkan semoga kehidupan kalain tidak sepertiku, semoga kalian sehat dimanapun berada dan selamat dimanapun kalian bersinggah. Kabari orang yang kalian sayangi, temui bila perlu. Masih ada waktu untuk berbagi kasih sayang, jangan menunggu waktu tapi ciptakanlah. Kita tidak pernah tau hari esok apakah ada waktu untuknya. Perpisahan tidak menunggu kalian ciptakan, jadi berhati hatilah.
Terimakasih, aku ucapkan dengan derai hati yang teriris.
Jakarta, 14 Maret 2019
Tertanda,
Seorang mahasiswa yang sangat depresi.
Hampa.
Hina.
Menyedihkan.
Memalukan.
Egois.
Menyusahkan.
Beban.
Bodoh.
Gagal.
Menyesakkan.
Setidaknya itu yang aku sedang rasakan. Memang lebih tenang, tapi entah rasanya perasaan ini terwakilkan oleh kata kata diatas. Entah perasaan macam apalagi yang akan singgah. Harus bersikap seperti apa? Aku takut egois dengan perasaanku sendiri, memang menyedihkan. Kesalahanku apa? Aku memang menyedihkan tapi setidaknya beri tahu aku kesalahanku dimana, jadi aku bisa menemukan solusinya dan memperbaikinya. Keberadaanku membuat semua menyusahkan, iya aku akui itu. Semua orang harus menanggung akibat dari perbuatanku, maaf bila kehadiranku membebani hidup kalian. Maaf apabila kalian merasa malu dengan kehadiranku yang hina ini. Tapi aku bersyukur dengan bumi yang tidak berpaling dariku, dengan Allah yang tidak pernah lelah aku singgahi setiap harinya.
Aku tidak tahu pembuktian seperti apalagi yang akan membuat orang merasa nyaman dengan kehadiranku. Aku punya harapan, dulu. Sudah sirna semua harapan itu, aku terlalu sibuk menaruh harap sampai tidak tahu aku taruh mana lagi harapanku. Harapan itu semu, sama dengan dunia ini. Semua hanya sementara, semua tidak ada yang nyata. Hidup mengajarkan kepadaku, bahwa sebaik baiknya orangpun tetap mengharapkan balasan yang setimpal untuknya dan sebaik baiknya pengorbanan akan terasa sia sia, itulah yang terjadi.
Aku pantas merasa hampa seperti ini, setidaknya ini adalah gambaran kehidupanku. Aku menyadari aku ini tidak ada apa apanya, aku tidak bisa memberi dampak yang bermanfaat, malah merugikan. Memang, perasaanku mengatakan aku bodoh itu ada benarnya juga.
Tidak masalah bagiku untuk merasakan kepedihan kesendirian ini, aku sudah terbiasa. Membuatku nyaman, walaupun menyesakkan di dada. Terimakasih diriku yang masih menerimaku, walaupun aku masih jauh dari kata bersyukur atas nikmat Allah.
Diriku yang lain berkata, pada akhirnya aku harus sabar. Setidaknya ada aku yang mendengar dan mengerti apa yang aku rasa, entah itu manis atau pait. Biarkan orang tidak merasa apa yang aku rasa, setidaknya kesedihan ini tidak menyeruak kemana mana. Biarkan aku diliputi kesedihan ini, setidaknya tidak akan menganggu kalian dalam hidup. Kalian perlu tentram, tidak perlu aku usik dengan kehadiranku.
Aku ucapkan semoga kehidupan kalain tidak sepertiku, semoga kalian sehat dimanapun berada dan selamat dimanapun kalian bersinggah. Kabari orang yang kalian sayangi, temui bila perlu. Masih ada waktu untuk berbagi kasih sayang, jangan menunggu waktu tapi ciptakanlah. Kita tidak pernah tau hari esok apakah ada waktu untuknya. Perpisahan tidak menunggu kalian ciptakan, jadi berhati hatilah.
Terimakasih, aku ucapkan dengan derai hati yang teriris.
Jakarta, 14 Maret 2019
Tertanda,
Seorang mahasiswa yang sangat depresi.
Comments
Post a Comment