My Battle-Worn Heart (oleh Afriza)







 Perkenalkan dia adalah Jan. Jan adalah lelaki muda yang Kulitnya putih, hidungnya mancung, dan jago bermain basket. Feed instagramnya berisi tentang perjalanannya keluar negeri. Orang tuanya memiliki usaha yang sukses dan uang yang sangat banyak. Banyak wanita yang tergila-gila pada paras Jan, tapi banyak juga yang tergila-gila pada uangnya.
   Jan memiliki seseorang sahabat wanita yang sudah terjalin selama 7 tahun sejak SMA yaitu bernama Hitoko. Mereka memiliki hubungan yang cukup baik. Jan sering menghampiri rumah Hitoko, begitu pula Hitoko sering bermain ke rumah Jan. Aktivitas yang wajib mereka lakukan saat berkumpul pun sederhana, merebus jagung manis atau menggoreng popcorn. Saat ini giliran Jan yang menghampiri rumah Hitoko.

"Pokoknya kalo kita udah kumpul yang wajib kita lakuin adalaahh.." Hitoko berbicara seperti Host kuis di acara TV.

"Adu cupang!!!" Jan menjawab sambil mengacungkan jarinya.

"Bukan Jannn" Hitoko cemberut.

"Ohhh iya iya gua inget, GALI KUBUR HAHAHAHA"

"Ah males deh gue"

"HAHAHAHA iya iya waktu chat tadi kan lu udah ngomong mau bikin popcorn"

"Gue udah nemu resepnya nih, biar popcornya rasanya jadi kaya di bioskop-bioskop, sambil streaming INDOXXI asik nih hahahahaha" Hitoko sambil tersenyum manis.

"Wah boleh tuh, gua tinggal nunggu jadinya aja ya" Jan sambil bergurau.

"Enak aja lu, bantuin gua di dapur"

     Akhirnya mereka pun memasak di dapur. Jan menggoreng popcorn, Hitoko membuat karamel sebagai topping dari popcornnya.

"Selesai! ayo kita nonton!" Hitoko bahagia.

"Yuk, udah gua siapin tuh laptopnya" Jan sambil menunjuk laptop yang sudah ia sediakan.

   Merekapun duduk lesehan sambil bersender pada tembok dengan posisi laptop berada di meja. Lalu Hitoko dan Jan mengambil popcorn pertamanya, tiba-tiba Hitoko menegur Jan.

"Eh kalo mau makan kan harus berdoa dulu"

"Kan kalo cuma nyemil doang mah gapapa kali Ko" Jan mengeles

"Ihhh ada-ada aja lu Jan" Hitoko sambil tertawa

    Akhirnya mereka menonton dengan asyiknya, hingga tidak terasa popcorn di toples sudah habis. Karena filmnya sudah membosankan, Hitoko mengantuk dan tidak sengaja menyender ke bahu Jan. Jan menatap wajah Hitoko... lalu Jan berusaha mendekati wajah Hitoko.

"EH" Hitoko terbangun. Jan cepat-cepat menjauhi wajah Hitoko.

"Filmnya masih lama ya Jan?"

"Sebentar lagi Ko, musuhnya juga udah mati." Jan sambil menonton

"Awas aja kalo endingnya ga seru, ngantuk gue nontonnya"

     Pada awal mereka bertemu, Jan sama sekali tidak ada niatan untuk bersahabat. Tapi entah siapa dan mengapa hubungan mereka setengah-setengah hingga berakhir seperti "sahabat"

"Ko" Tiba-tiba Jan memanggil Hitoko

"Ya Jan?"

"Apa yang lu rasain sekarang Ko?"

"maksudnya?" Hitoko seperti ingin memastikan suatu hal.

"Rasa. Ada yang beda ga disini?" Jan menunjuk dada sebelah kirinya.

"Beda? hmm.. gaada sih kalo sama gua mah dibawa santai aja.. tapi lo sahabat yang paliinggg baik Jan hahahaha." Hitoko sudah paham arah pertanyaan Jan.

"Gue kira udah cukup lu sebut gue sebagai sahabat lu Ko. Gue lelah Ko. Semua pengejaran gue ke lo dan semua perhatian-perhatian yang lu kasih ke gue selama 7 tahun belakangan ini, is bullshit.  I think it's enough Ko. "

"Jan, plis, ga gitu." mata Hitoko berkaca-kaca.

"Untuk terakhir kalinya, we're friends, lovers, or nothing?" Jan menatap Hitoko dengan dalam.

"Jan.. gue gabisa jawab. Plis Jan, gue gabisa jawab bukan berarti gue mau pisah sama lo" Hitoko tersedu-sedu

"Lu  tau kan, we'll never in the between. Mungkin maksudlu kita nothing. " Jan ingin bergegas pulang.

"JAN!.  Ga gitu plis ga gitu. gue gamau kalo kita berpasangan karena pasti ujungnya kita pisah. Please stay here. I need you the most". Hitoko berlinang air mata.

"Siapa bilang? siapa yang menjamin kalo pisah? Maaf kalo gue terlihat kejam. Tapi usaha besar yang berujung sia-sia itu harus dihentikan."

"Jan.." Hitoko semakin berlinang air mata.

"Bye Ko, maaf kalo gue ada salah sama lo. Lupain aja semua hal yang kita lakuin bersama." Jan pulang menaiki mobilnya.

"..." Hitoko terdiam karena tak kuat menahan tangisnya.

     Ini adalah hari ke-14 setelah kejadian Jan meninggalkan Hitoko. Akhinya Jan melakukan rutinitas mingguannya yaitu berlari di gelanggang olahraga, biasanya Jan mengajak Hitoko untuk berlari bersama tapi tidak untuk hari ini. saat putaran ke 4, Jan merasa ada orang yang mengikutinya. Semakin dekat, dan semakin dekat.

"JJJAAAAAAAAANNNNNNN" tiba-tiba Hitoko berlari menghampiri Jan dengan ngos-ngosan. Tetapi Jan terlihat tidak menghiraukan Hitoko.

"PERTANYAAN.. LO.. 2 MINGGU.. YANG LALU MASIH.." Hitoko terlihat bertanya dengan ngos-ngosan.

*GEDEBUK* Hitoko terjatuh. Kepalanya terbentur di tanah.

"HITOKO!" Jan membawa Hitoko ke pinggir lapangan, lalu Hitoko tidur di pangkuan Jan. Ternyata Hitoko selama 14 hari terakhir menangisi perpisahannya dengan Jan, serta keadaan Hitoko belakangan ini sedang  drop. Beberapa saat kemudian Hitoko tersadar.

"Jan.." Hitoko memanggil.

"Udah lu istirahat aja Ko" Jan merasa sedih dengan apa yang terjadi

"Pertanyaan lo yang terakhir.. masih relevan ga?"

"... Ma.. sih.." Jan tidak yakin dengan pertanyaan dari Hitoko saat ini.

"Lovers jan"

     Jan dan Hitoko pun berpelukan di tengah-tengah keramaian orang-orang sekitar yang mengkhawatirkan kondisi Hitoko yang tiba-tiba jatuh dan pingsan. Dugaan Jan bahwa hubungannya dengan Hitoko adalah friendzone terbantahkan. Bahwa selama ini Hitoko tidak mau menerima Jan murni karena Hitoko tidak mau berpisah dengan Jan. hubungan mereka pun sudah anniversary ke 2. Handphone Hitoko berdering.

"Ko, kita ke Beach Carnival yuk. Disana ada restoran di pinggir pantai dan ada wahananya juga"

"Wuiihh lucu mau mau Jan"

"Sekalian kita rayain anniversary kita juga"

"Hahahaha i love you Jan"

    Akhirnya mereka pun memilih restoran seafood yang sangat terkenal di daerahnya. Mereka pun memesan 1 porsi kepiting yang sangat besar dengan saos padang.

"Wuaaaah gede"

"Sebelum makan, kita berdoa dulu Hitoko" Jan mengajak Hitoko berdoa sebelum makan

     Mereka berdua pun berdoa bersama. Hitoko pun mengangkat kedua tangannya sambil berdoa "allahumma bariklana fiima razaqtana waqina adza bannar". Jan tidak terdengar doa yang sama. Tetapi Jan terlihat menyentuh dahi, bibir, dan dada dengan ibu jari yang digerakkan membentuk salib kecil. Akhirnya setelah mereka makan, mereka bermain berbagai macam wahana. Setelah mereka lelah, mereka duduk di kursi kayu panjang menghadap wahan-wahana disana.

"Aku capek banget Jan, daripada naik wahana lagi trus cape, aku mau tanya apa kata yang mendeskripsikan aku dari wahana yang ada disini? hahaha" Hitoko

"Hysteria" Jan menjawab sambil ngos-ngosan

"Hysteria? maksudnya?"

"Aku tau hysteria bisa bawa aku tinggi dan menghempaskan aku ke kebawah kapan aja tapi aku tetep menaikinya."

"Terus kenapa kamu tetep naik?" Hitoko kebingungan

"Karena hysteria bisa buat aku jadi lebih hidup" Jan mengusap-usap kepala Hitoko

"Hahahahahah kamu lucu banget sih Jan"

"Pulang yukk mama kamu udah nyariin tuh dari tadi nelpon terus." Sambil melihat handphone Hitoko yang terus berbunyi

"Yuk"

     Akhirnya mereka pun pulang. Jan mengantarkan Hitoko dengan mobilnya, sampailah dirumahnya Hitoko jam 11 malam.

"Ayah aku punya oleh-oleh nih dari Australia kemarin, jangan pulang dulu ya" Hitoko menyuruh Jan untuk tidak pulang dulu.

"Ayah kamu ngapain ke Australia?" Jan bingung.

"Kemarin Ayah aku ada kerjaan sama liat-liat kampus disana"

"Kampus? Ayah kamu mau kuliah lagi Ko?"

"Bukannnn, aku yang mau kuliah Jan"

"..." Jan hanya bisa diam. Hitoko pun masuk ke dalam rumah ternyata Ayah dan Ibunya sudah menunggu di ruang tamu.

"Assalamualaikum Mah Pah" Hitoko sambil mengetuk pintu.

"Walaikumsalam, nak tau kan sekarang jam berapa?" Ibu Hitoko bertanya dengan khawatir

"Iya  soalnya di jalan tadi macet banget" Hitoko sambil mengambil gantungan kunci berbentuk Koala untuk diberikan kepada Jan.

"HITOKO, PAPA GASUKA YA SAMA JIN JIN ITU. SEMENJAK KAMU PACARAN SAMA DIA KAMU JADI ANAK PEMBANGKANG!" Ayah Hitoko meninggikan suaranya.

"NAMANYA JAN. SIFAT BURUK AKU GAADA HUBUNGANNYA SAMA JAN. ITU MURNI SALAH AKU" Hitoko berusaha membela Jan.

"POKOKNYA PAPA GASUKA!" Suara Ayah Hitoko terdengar hingga keluar rumah. Hitoko terdiam. Hitoko tidak mau orang tuanya semakin membenci Jan. Hitoko keluar sambil membawa gantungan kunci untuk diberikan ke Jan.

"BUAT APA ITU, BUAT SIAPA ITU?!" Ayah Hitoko menunjuk-nunjuk gantungan kunci yang dibawa Hitoko.

"Buat Jan Pah,  gantungan kunci doang apaansih" Hitoko terlihat makin kesal dengan Ayahnya.

"BALIKIN!" Ayahnya merampas gantungan kunci di tangannya Hitoko. Akhirnya Hitoko tidak jadi memberikan gantungan kunci ke Jan. Muka Hitoko cemberut, lalu Hitoko menghampiri Jan untuk menyuruhnya agar segera pulang.

"MAU KEMANA LAGI KAMU?" Ayah Hitoko kembali marah. Sedangkan Ibu Hitoko berusaha menenangkan.

"Apasih, cuma mau bilang ke Jan biar pulang. Marah-marah mulu" Lalu Hitoko menghampiri Jan.

"SETAN KAMU YA, PAPA MARAH-MARAH YA KARNA KAMU PULANG MALEM TERUS" Ayahnya terlihat sangat-sangat marah.

"Bodo ah" Wajah Hitoko terlihat tidak peduli.

"BRENGSEK KAMU" Hitoko hampir kena tamparan Ayahnya, tapi ditahan oleh Ibunya.

"Sudah pah suuudaahh" Ibu Hitoko menenangkan serta memeluk Ayah Hitoko. Akhirnya Hitoko menghampiri Jan.

"Jan, tadi aku cari oleh-olehnya ga ketemu maaf ya" Hitoko berusaha menutupi keadaan sebenarnya.

"Ayah gasuka sama aku ya" Jan sambil menghela napas

"Kedengeran ya? Maaf ya Jan. Gausah didengerin. Jangan dimasukin ke hati" Hitoko meyakinkan Jan.

"Apa karena kita beda agama?" Tanya Jan.

"Engga, aku gapernah cerita tentang agama kamu Jan"

"... Oh oke. Apalagi kalo Ayah kamu tau kalo kita beda agama, tamat udah"

"Udah malem, kamu pulang aja gih kamu pasti cape Jan"

"Yaudah aku pulang dulu ya, bye love you Ko"

     Jan tidak menduga masalahnya akan datang bertubi-tubi. Jan tidak menyangka hubungannya akan sesulit ini. Tetapi Jan tetap berusaha untuk tenang menghadapi ini semua. Beberapa bulan pun berlalu, membuat Jan terus berpikir bagaimana bisa keluar dari zona masalah ini. Di suatu malam Jan menelpon Hitoko, tetapi jaringan sibuk, menelpon lagi dan jaringan sibuk lagi. Lalu Jan chat Hitoko.

"Lagi telponan sama siapa?" lalu di waktu yang bersamaan terdapat chat yang masuk.

"Lagi telponan sama siapa?" ternyata Hitoko juga berusaha menelpon Jan, sehingga membuat jaringannya sibuk. Lalu Jan membalas.

"Ada hal yang penting mau aku omongin"

"Sama" Jawab Hitoko

"Tapi gaenak kalo ngomong disini, mendingan kita ngomong langsung, Kita ketemuan di rooftop biasa ya, sekarang."

"Ok"
   
      Karena terlalu seringnya mereka bertemu dan berinteraksi membuat mereka sering memikirkan hal yang sama.  Akhirnya malam itu juga mereka pun bertemu diatas rooftop yang dikelilingi bulan, bintang serta terlihat jauh kereta yang berlalu lalang. Ini adalah tempat mereka sering berkumpul dan berdiskusi. Jan lebih dulu sampai, tiba-tiba Hitoko datang.

"Jan" Hitoko memanggil Jan.

"Ya?" Jan tidak menoleh ke Hitoko melainkan tetap memperhatikan pemandangan di rooftop.

"Kamu tau kan bumi dan bulan diberikan jarak yang pas, tidak terlalu dekat maupun jauh?"  Hitoko  sambil melihat bulan, Hitoko pun terlihat khawatir jawaban yang diberikan Jan.

"Ya aku tahu Ko. Mungkin kita harus contoh bumi dan bulan Ko."

"Aku senang mendengar kamu setuju dengan hal itu. Kita tidak perlu berakhir dengan pertengkaran" Jawab Hitoko

" We're gone too far. Agama kita aja beda. To hold back each other's true fate is not of our nature. Let's be mature. " Jan menggenggam tangan Hitoko.

"Maybe you weren't made for me, nor I for you. Ohiya Jan aku bawain nih buat kamu" Hitoko memberikan sebuah kotak.

"Apa ini? Popcorn caramel?" Jan kebingungan

"Iya, hubungan kita menyenangkan saat kita cuma memikirkan rasa popcorn dan film apa yang pengen kita tonton" Jawab Hitoko. Jan pun menyapu air mata di wajah Hitoko dengan tangannya. Lalu mereka berdua pun berpelukkan untuk terakhir kalinya.

    Akhirnya mereka pun sepakat untuk tidak sepakat. Hitoko meneruskan studinya untuk kuliah di Australia. Jan pun sibuk mengembangkan usaha ayahnya. My Battle-Worn Heart, ya itu aku, jan. Hatiku yang sudah lelah berperang. Seharusnya aku tetap bersahabat dengannya walaupun itu bukan keinginanku. Terkadang kita tidak harus selalu mengusahakan yang terlihat mustahil.   Ada saatnya kita menikmati saja  porsi yang ada sesuai takdir kita masing-masing, karena porsi yang berlebihan pada akhirnya membuat kita tidak nyaman dan berakhir menjadi kekecewaan. 50 tahun kemudian, Jan dan Hitoko berulang tahun di tanggal yang sama, di restoran yang sama dan dirayakan oleh anak dan cucu-cucunya masing-masing. Mereka pun terlihat tidak mengenal satu sama lain. Jan menatap Hitoko, begitu pula Hitoko, hanya menatap Jan, tanpa menyebutkan kata apapun. Kisah luar biasa mereka berdua pun terlupakan oleh semua orang, kecuali mereka sendiri Jan dan Hitoko. 

Instagram: @afrizadinulhaq

Comments